Minggu, 09 Desember 2012

Tarakan (2) Rumah Adat Suku Tidung


Pada hari ke tiga di Kota Tarakan, Saya berkunjung ke Rumah Adat Suku Tidung (Baloy Adat Tidoeng)

Berbekal informasi yang sedikit, Saya pergi mendatangi Baloy Adat, Rumah adat ini letaknya diluar kota, terpencil?, tidak ada angkutan umum yang tersedia, kecuali dengan kendaraan pribadi atau sewa (charter)

Minimnya rambu atau penunjuk jalan yang menandakan bahwa didaerah tersebut terdapat tempat wisata, menjadi kesulitan tersendiri bagi pengunjung dari luar daerah yang akan mendatangi objek budaya ini

Saya hampir saja membatalkan niat untuk melihat rumah adat tersebut karena khawatir tersesat jalan
Karena kepalang basah, sudah setengah perjalanan Saya lewati, Saya tetap meneruskan perjalanan sambil sesekali bertanya kepada orang yang Saya temui dijalan, dan akhirnya Saya sampai juga di Baloy Adat tersebut

Baloy Mayo Djamaloel Qiram, orang setempat biasanya menyebutnya,  dibangun pada tanggal 04 April 2004 dan
Diresmikan oleh Drs Yurnalis Ngayoh, MM (Plt Gubernur Kaltim) pada tanggal 04 Agustus 2006

Yang sangat menarik untuk diketahui pembaca, Bahwa Baloy Mayo Djamaloel Qiram yang berdiri diatas tanah seluas 2,5 Ha ini dibangun dari “Dana Pribadi” Bapak H Mochtar Basry Idris, (Kepala Adat Besar Dayak Tidung Kalimantan Timur) yang bergelar Amiril Pengiran Mahkuta Adji Radin Alam Adji Pengiran


Selamat Datang di Baloy Mayo

Baloy Mayo

Pintu Utama Baloy Mayo

Teras Baloy Mayo


Berbicara Baloy Mayo, tentunya kita harus membicarakan juga keberadaan Suku Tidung sebagai yang empunya rumah adat tersebut

Jauh sebelum Pulau Tarakan dikenal oleh dunia luar, karena kandungan sumber minyak mentahnya yang melimpah
Di Pulau ini, terdapat penduduk asli yang disebut Suku Tidung,  Suku ini telah turun temurun mendiami pulau ini dan Suku ini mayoritas beragama islam 

Suku Tidung mempunyai sejarah yang sangat panjang, tercatat didalam sejarah, para bangsawan Suku Tidung ini telah mulai memerintah kerajaan Tidung sejak tahun 1076 sampai tahun 1916

Dulu, Terdapat dua kerajaan besar di kawasan ini, yaitu Kerajaan Tidung atau kerajaan Tarakan, yang berkedudukan  di Pulau Tarakan dan Salim Batu, dan Kesultanan Bulungan yang berkedudukan di Tanjung Palas

Berdasarkan sejarah, dipesisir timur Pulau Tarakan yaitu di Kawasan Dusun Binalatung sudah ada Kerajaan Tidung Kuno

Mulai diketahui keberadaannya, kira-kira pada tahun 1076, kemudian kerajaan ini berpindah ke pesisir selatan Pulau Tarakan di kawasan Tanjung Batu pada tahun 1156, lalu bergeser lagi ke wilayah barat yaitu ke kawasan Sungai Bidang pada tahun 1216, setelah itu kerajaan berpindah lagi ke daerah Pimping bagian barat dan kawasan Tanah Kuning, sekitar tahun 1394

Kemudian pada tahun 1557, Dinasty Tengara mulai memegang tampuk pemerintahan Kerajaan Tidung

Dinasti ini pertama kali dipegang oleh Amiril Rasyd Gelar Datoe Radja Laoet pada tahun 1557 dan berakhir pada saat dipimpin oleh Datoe Adil pada tahun 1916, Dinasti Tengara ini berlokasi di kawasan Pamusian, Tarakan Tengah


Suku Dayak Tidung merupakan salah satu suku dari 406 Suku Dayak yang tercatat ada di Kalimantan
Penggunaan Kata Dayak pada Suku tersebut berangsur hilang dengan sendirinya, seiring dengan masuknya ajaran islam kedaerah ini, dan umumnya mereka lebih senang disebut Suku Tidung saja

Seperti Suku lainnya, Suku Tidung ini mempunyai Kebudayaan dan Rumah Adat sendiri, Walaupun rumah adat ini masih menggunakan sejumlah tiang tinggi pada bagian bawahnya, tetapi bentuk bangunan rumah adat ini terlihat lebih modern dan modis, diduga rumah adat ini adalah hasil pengembangan dari Rumah Panjang (Lamin) seperti yang dihuni oleh Suku Dayak Kalimantan Timur lainnya


Rumah Adat ini berbahan dasar Kayu Ulin, Rumah dibangun menghadap ke utara, sedangkan Pintu Utamanya menghadap ke selatan


Sisi lain Baloy Mayo

Perahu Tradisonal Suku Tidung


Didalam Baloy Mayo ini terdapat empat ruang utama, yang biasanya disebut Ambir

Ambir Kiri (Alad Kait), adalah tempat untuk menerima masyarakat yang mengadukan perkara, atau masalah adat

Ambir Tengah (Lamin Bantong), Adalah tempat pemuka adat bersidang untuk memutuskan perkara adat

Ambir Kanan (Ulad Kemagot), Adalah ruang istirahat atau ruang untuk berdamai setelah selesainya perkara adat

Lamin Dalom, Adalah singgasana Kepala Adat Besar Dayak Tidung


Pada bagian belakang Baloy Mayo ini, ada bangunan yang dibuat ditengah-tengah kolam, dinamai dengan Lubung Kilong, adalah sebuah tempat untuk menampilkan kesenian Suku Tidung


Lubung Kilong (bagian depan atas)

Lubung Kilong (bagian samping kanan)


Dibelakang Lubung Kilong ini, ada lagi sebuah bangunan besar yang diberi nama Lubung Intamu, Adalah tempat pertemuan masyarakat adat yang lebih besar, seperti acara pelantikan (Pentabalan) pemangku adat, atau untuk acara musyawarah masyarakat adat se kalimantan


Lubung Intamu


Jumlah bangunan besar maupun kecil yang mengelilingi Baloy Kirom  ini ada 11 buah (Total 12 Buah termasuk Bangunan Induk)


Bangunan disekitar rumah adat-1

Bangunan disekitar rumah adat-2


Lebih dari setengah harian Saya berkeliling sendirian melihat-lihat Baloy Mayo Adat Tidung ini tanpa adanya pendamping (guide) yang disediakan untuk pengunjung yang ingin bertanya atau ingin mengetahui lebih dalam mengenai apa yang ada (terlihat) disitu

Selain kedatangan Saya, pada hari itu tidak terlihat pengunjung lainnya, mungkin ketika itu (senin) bukanlah hari libur, sehingga sepi pengunjung

Bisa jadi juga sepinya pengunjung ini disebabkan oleh masih kurangnya promosi dan belum tersedianya angkutan umum untuk menuju objek wisata ini


Baloy Souvenir-1

Baloy Souvenir-2

Baloy Souvenir-3


Setelah membeli beberapa souvenir untuk oleh-oleh pada toko yang terdapat disitu, Saya menyudahi kunjungan tersebut dan kembali ke kota




4 komentar:

Anggita mengatakan...

Semoga tetap lestari ya Kak peninggalan budaya yang tak ternilai harganya.

Anonim mengatakan...

Rumah adat nya lebih mirip ke banjar dari pada dayak ..

Unknown mengatakan...

Semoga balet adat tersebut bisa digunakan !masyarakat adat dayak Tidoeng,ok

Unknown mengatakan...

Semoga kekal !menjadi kekal dan untuk generasi selanjutnya1