Jumat, 31 Mei 2013

Mengenal Suku Huli, Papua New Guinea



Secara fisik suku Huli tidak berbeda jauh dengan Saudara kita di Irian Jaya (Papua), Berbadan kekar, Kulit sawo matang agak gelap, memiliki rambut keriting, mungkin saja dulunya mereka punya nenek moyang yang sama, kemudian mereka terpisah karena adanya perang antar suku dll

Suku Huli adalah masyarakat adat yang tinggal di dataran tinggi dibagian selatan negara Papua New Guinea yang tersebar dibeberapa wilayah seperti wilayah Tari, Koroba, Margaraima dan Komo

Populasi suku ini berjumlah 150.000 orang, Mereka mendiami wilayah dataran tinggi, turun temurun lebih dari 1000 tahun lalu

Sebagian besar suku Huli menggunakan bahasa Huli dan Bahasa Tok Pisin, sebagian yang lain menggunakan bahasa lokal lainnya dan Bahasa Inggris



Suku Huli dikelompokkan ke dalam marga yang disebut (hamigini) dan submarga yang disebut (hamigini emene). Marga dari suku ini mendiami wilayah tertentu dan sistem keanggotaan berdasarkan pada kekerabatan turun menurun

Submarga adalah kelompok kecil yang merupakan bagian dari marga induknya yang membentuk tatanan kemasyarakatan Suku Huli

Sistem submarga berlaku secara otomatis,  bisa terjadi karena adanya perang antar suku kemudian diahiri dengan perdamaian, bisa juga terjadi dengan membayar ganti rugi tanpa melakukan musyawarah dengan marga yang lebih besar

Keanggotaan dari submarga ini biasanya terbatas pada orang yang secara langsung keturunan dari pendiri submarga atau anggota submarga

Bisa saja seorang Suku Huli memiliki status beberapa submarga sekaligus dalam satu waktu, tergantung kepada keturunan dan kerabatnya

Suku huli memiliki sistem kekerabatan terbuka, Sebagai contoh seseorang yang berasal dari etnis dari suku lain dapat saja dijadikan sebagai saudara, atau adik tiri, atau sebagai sepupu, jika orang tersebut usianya sudah agak tua, bisa dianggap sebagai ibu atau ayah

Pria dan wanita dari suku Huli secara tradisional bertempat tinggal terpisah
Anak laki-laki tinggal bersama Ibunya, jika anak tersebut menjelang dewasa, akan pindah ke rumah ayahnya

Laki-laki yang belum menikah berkumpul bersama dalam satu kelompok di dalam sebuah rumah, kebiasaan ini saat ini sudah mulai ditinggalkan dan jarang ditemukan lagi

Gubuk pria secara tradisional berada di tengah perkampungan, biasanya gubuk tersebut dijadikan sebagai tempat pertemuan dan kegiatan lainnya, terkadang gubuk tersebut dijadikan juga sebagai tempat tidur bersama


Sedangkan tempat tinggal perempuan berada terpisah dengan gubuk laki-laki. Gubuk mereka berada disekitar gubuk keluarga mereka.

Pembagian tugas
Suku huli hidup dengan cara berburu dan berladang,  Pekerjaan berburu hewan dilakukan oleh kaum laki-laki, Sedangkan kaum perempuan bercocok tanam dan mengumpulkan tanam-tanaman

Sistem pembagian ini juga berlaku pada saat kaum laki-laki menggarap tanah dan kaum perempuan yang bertugas untuk menanaminya

Seperti halnya suku dayak di Kalimantan, Suku Huli melakukan pertanian secara berpindah, jika tanah yang digarapnya sudah kurang subur untuk ditanami, kemudian mereka mencari lokasi ladang lain dan membiarkan tanah bekas ladang tersebut kembali gembur dan subur secara alami

Kaum perempuan Suku Huli merupakan petani yang luar biasa, mereka menanam jenis tanaman seperti kentang manis yang menjadi bahan makanan pokok

Seiring berjalannya waktu, jenis tanaman yang mereka tanam berkembang ke jenis tanaman lain seperti jagung, kentang, kubis dan lain sebagainya



Peperangan
Laki-laki di komunitas Suku Huli biasa melakukan perang untuk mendapatkan tanah, babi dan wanita

Pakaian tradisional Suku Huli, kaum laki-laki biasanya menghias badan mereka dengan tanah liat dan memakai penutup kepala (tampah) untuk upacara adat
Selain itu mereka juga mewarnai rambut dan wajahnya, dan menambahkan bulu burung dan beberapa jenis bunga untuk menghiasi penutup kepala mereka

Perkawinan
Suku huli menganut sistem perkawinan poligami, Kaum laki-laki dari Suku Huli dapat memiliki beberapa isteri

Calon isteri yang akan dinikahi harus dari luar kerabat dan pernikahan didalam lingkar saudara terlarang di dalam norma suku Huli

Sistem pernikahan dapat bersifat perjodohan ataupun sesuai pilihan mereka sendiri

Kaum laki-laki memberikan mas kawin berupa babi atau jenis ternak lainnya kepada keluarga perempuan
Mempelai pria juga bertanggung jawab untuk membangunkan sebuah rumah untuk mempelai wanita

Setelah pernikahan kaum wanita mempunyai peran untuk merawat dan membesarkan anak-anaknya, menyiapkan makanan, menbuat pakaian dan bercocok tanam serta merawat ternak

perceraian sangat jarang terjadi di dalam komunitas suku Huli, kalaupun terjadi  biasanya disebabkan karena tidak mempunyai keturunan atau melanggar aturan adat

Jika perceraian terjadi, pihak mempelai pria dapat mengambil kembali babi yang sudah diberikan sebagai mas kawin