Rabu, 27 Juni 2012

Memancing sambil rekreasi atau sebaliknya?


Kemaren, Saya kedatangan seorang teman lama yang juga punya hobi memancing, belum lagi dipersilakan duduk Beliau sudah memulai pembicaraan

“Pak, kita mancing yuk” Dia sudah tahu kalau Saya jarang menolak jika diajak memancing, kecuali jika diajak untuk memancing keributan
“Kemana dan kapan” sahutku antusias  
“Ke Waduk Riam Kanan” jawabnya
“Oke, kapan rencana berangkat” sahutku lagi
“Minggu pagi Pak, nanti dijemput” jawabnya, dan langsung pamitan

Saya sudah beberapa kali datang kewaduk ini untuk rekreasi bersama keluarga atau dengan sesama teman yang punya kesukaan memancing


Pemancing amatiran yang mengail ikan seperlunya saja untuk dibawa pulang sebagai oleh-oleh untuk keluarga atau untuk dibagikan kepada tetangga sebelah rumah


Memancing adalah salah satu dari kesukaan Saya, selain membaca dan jalan-jalan


Memancing menurut ukuran Saya, selain dapat menghilangkan rasa jenuh karena kesibukan rutin mengurusi pekerjaan, tetapi Saya gunakan juga untuk sarana pelatihan pengendalian emosi (kesabaran)



Mungkin ada yang bertanya, mengapa tempat ini sering Saya kunjungi?
Karena Waduk Riam Kanan lokasinya mudah untuk Saya datangi 
Tempat ini menurut Saya, adalah sebuah syurga yang tersembunyi yang belum banyak diketahui oleh orang luar, sehingga keunikan dan keindahannya hanya diketahui oleh warga lokal saja

Sore hari di Desa Pinus


Waduk seluas 8000 Hektar ini termasuk dalam kawasan Hutan Lindung Sultan Adam, Airnya tenang dan berwarna hijau kebiruan, pada sekeliling tepiannya terdapat perbukitan yang ditumbuhi oleh bermacam pohon
View nan cantik mempesona, yang membuat siapapun berdecak kagum jika melihat keindahan dan keunikan yang dimilikinya

Fungsi utama waduk ini adalah sebagai sumber air untuk menggerakan turbin-turbin Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA)


Air yang masuk ke turbin


Manfaat lainnya adalah sebagai tempat untuk memelihara berbagai jenis ikan sungai didalam  karamba oleh penduduk setempat, sebagai tempat tujuan wisata, dan juga sebagai area memancing 

Karamba milik penduduk setempat



Pada hari yang telah disepakati, pukul 04.00 Minggu dinihari, jemputan datang, setelah memasukan peralatan yang harus dibawa, kami meluncur membelah dinginnya udara pagi Banjarmasin mengarah ke Aranio

Jarak tempuh ke Waduk Riam kanan sekitar 65 Km, sebenarnya tidak terlalu jauh dan dapat ditempuh dalam waktu satu setengah jam,
Lalu mengapa kami harus berangkat pagi-pagi sekali?


Jawabannya adalah , khawatir kehabisan perahu motor yang dapat disewa untuk memancing
Setiap hari Minggu dan hari Libur biasanya banyak orang yang datang kesini untuk berwisata atau memancing, terkadang jumlah orang yang datang tidak seimbang dengan jumlah perahu yang tersedia

Setelah membayar 250 ribu rupiah untuk harga sewa perahu motor,  dan juga membeli perbekalan yang diperlukan secukupnya, kami meluncur menuju lokasi memancing

Jenis ikan yang biasa ditemukan disini adalah, Kalui, Nila, Lele, Gabus, Wader, dan Toman (Tauman)

Profile Pemancing


Ketika hari sudah menjelang sore, dan hasil pancingan sudah dirasakan cukup, kami bergerak menuju ke dermaga, untuk kemudian melanjutkan perjalanan pulang ke Banjarmasin

Sebelum meninggalkan lokasi pemancingan, sempat Saya perhatikan hal yang membuat perasaan Saya menjadi miris, yaitu kurangnya kesadaran dan keperdulian pengunjung yang datang, (termasuk juga Pemilik dan pekerja di karamba, serta masyarakat setempat yang tinggal ditepian waduk) untuk bersama-sama turut memelihara dan melestarikan lingkungan, hal ini dapat dilihat dari banyaknya sampah dan limbah plastik yang mengapung dipermukaan waduk

Saya tidak tahu persis apakah akumulasi sampah plastik yang susah terurai ini, pada masa mendatang akan dapat menganggu kinerja turbin-turbin PLTA,  satu-satunya pembangkit listrik kebanggaan daerah Kalimantan Selatan yang telah dibangun dengan biaya yang tidak murah

Sebagian sampah plastik yang mengambang


Dampak buruk lain yang mungkin akan ditimbulkan oleh populasi sampah plastik ini terhadap kelestarian lingkungan, (jika tidak dikendalikan dengan baik dan terencana) akan dapat menjadi ancaman bagi kelangsungan hidup ikan-ikan di waduk tersebut



Selasa, 05 Juni 2012

Traveling (5) Stasiun Tugu-Pasar Senen


Hari berlalu dgn cepat, tanpa terasa telah seminggu Saya berada di Jogyakarta, Saya tidak bisa berlama-lama disini karena banyak pekerjaan yang menunggu dan harus diselesaikan

Saya kemudian pergi ke stasiun membeli ticket kereta api untuk kembali ke Jakarta, setelah antre sekitar satu jam, ticket Senja Utama Saya beli dengan harga 135 ribu, “kok bisa lebih murah ya?” Karena seingat Saya untuk jurusan dan kereta yang sama, pada waktu di Pasar Senen, Saya membelinya diloket resmi dgn harga 175 ribu


Anak Saya memberitahukan bahwa, Tiket kereta api dijual lebih murah, jika kita membelinya tidak pada hari Sabtu dan Minggu atau pada hari libur nasional, “Oh begitu rupanya” Ada tambahan pengetahuan baru yang Saya dapatkan, jika kita ingin menghemat biaya perjalanan menggunakan kereta api

Malam sebelum kepulangan ke Jakarta, Saya sempatkan untuk nongkrong ditempat dimana biasanya pendatang dari luar Jogyakarta menghabiskan waktu luangnya bila malam hari tiba, seperti Warung Lesehan di depan Kantor Kedaulatan Rakyat (KR), Jembatan Kali Code, dan tentunya kawasan Malioboro yang terkenal itu

Lesehan di Depan Kantor Kedaulatan Rakyat

Lesehan di Jembatan Kali Code


Malioboro pada waktu malam hari


Banyak lagi sebenarnya tempat lain sejenis yang dapat dikunjungi, tetapi karena waktu yang terbatas, tidak semua tempat dapat Saya datangi, Setelah mengambil beberapa photo untuk dokumentasi, Saya melirik jam tangan, waktu telah menunjukan pukul 01.00, matapun sudah mulai ngantuk,  dan kami segera pulang ke pondokan   

Selamat tinggal Jogyakarta, bibirku berbisik, ketika Kereta Senja Utama bergerak perlahan meninggalkan stasiun Tugu menuju ke Jakarta, dari kisi jendela yang terbuka masih sempat kulihat lambaian kangen yang belum tuntas dari anakku 
Selamat tinggal anakku,  Selamat berjuang,  kejarlah cita-citamu setinggi yang bisa Kau raih  (selesai)