Senin, 09 Desember 2013

Mengintip koleksi Museum Kereta di Yogyakarta



Museum KARETA KARATON (lidah Saya sering salah, menyebutnya dengan Museum Kereta Keraton), Museum ini beralamat di Jl Rotowijayaan, terletak disebelah barat daya Alun-Alun utara, masih didalam kawasan Keraton Kesultanan Yogyakarta

Museum Kereta kuda berupa sebuah bangunan lama (kuno) peninggalan masa lalu dengan desain arsitektur jawa, dimuseum ini tersimpan berbagai macam jenis kereta kuda milik Kesultanan Jogyakarta, Koleksi Kereta masih terawat dengan baik, dan beberapa diantaranya masih sering digunakan untuk upacara tertentu

Kereta kuda yang digunakan pada upacara tertentu-1 

Setelah membayar tiket masuk sebesar 3 ribu rupiah (sudah termasuk biaya untuk parkir) Saya masuk kedalam museum, pengunjung lain yang bersamaan dengan kedatangan Saya pada hari itu lumayan banyak

Koleksi museum terdiri dari belasan Kereta kuda berbagai bentuk dan model yang berjajar rapi, terdapat juga beberapa Patung Kuda, kuda ini semasa hidupnya pernah digunakan untuk menarik kereta, dan pada dinding museum terpajang sejumlah koleksi foto tempo dulu yang menampilkan upacara adat keraton berikut kereta kuda yang digunakan pada saat itu
  

Kereta kuda yang digunakan pada upacara tertentu-2 

Kereta kuda yang digunakan pada upacara tertentu-3 

Dari pengamatan mata awam Saya, Museum ini merupakan “Poll Kereta Kuda milik Kesultanan Yogyakarta”  disini disimpan sejumlah kereta kuda berikut aksesorisnya yang oleh pemiliknya diperbolehkan untuk dilihat dan difoto oleh masyarakat umum

Setiap kereta kuda mempunyai nama sesuai dengan peruntukannya, misalnya seperti Kareta “Kyai Roto Praloyo” Kereta ini digunakan untuk membawa jenazah ketempat pemakaman


Kareta Kyai Roto Praloyo

Setiap nama kereta kuda, selalu diawali dengan kata “Kiyai atau Kanjeng” sebagai penghormatan terhadap kereta kuda tersebut

Jika dilihat dari model dan bentuknya, terdapat kereta kuda roda dua dan roda empat tanpa atap,  dan ada juga kereta kuda beroda empat yang mempunyai atap, (yang pada sisi kiri dan kanannya tertutup, berpintu dan berjendela) mirip dengan mobil sekarang

Kesamaan dari semua jenis kereta ini adalah sama-sama memiliki roda yang dibalut lapisan karet mati tanpa angin







Pengamanan Petugas Museum terhadap koleksi kereta kuda ini lumayan baik, Pengunjung hanya diperbolehkan untuk memfotonya saja, tidak diperbolehkan untuk menyentuhnya, apalagi coba-coba untuk menaikinya, “bisa kualat”  kata petugasnya

Maksudnya (mungkin) semacam peringatan kepada pengunjung agar ikut menjaga kebersihan kereta, dan menghindarkan kereta dari kerusakan, karena apasaja bisa terjadi jika setiap pengunjung diijinkan untuk naik kedalam kereta

Tanpa terasa satu jam telah berlalu, dengan melihat koleksi museum kereta ini, banyak pengetahuan baru yang bisa Saya dapatkan disini




Saya menghidupkan mesin motor, kemudian meninggalkan lokasi Museum Kareta Karaton untuk menuju ke Malioboro

Mau Ngapain ke Malioboro? 
Mau naik kereta kuda milik wong cilik, yang dapat disewa, tanpa khawatir kena kualat




Tips untuk menghindari debat kusir
Sebaiknya disepakati dulu harga sewa kereta kuda tersebut dengan kusirnya sebelum dipergunakan  (Tips ini berlaku juga untuk pemakaian Jasa Ojek atau Becak)  

Artikel lain mengenai museum, Museum Nasional

Selasa, 19 November 2013

Rumah Betang di Desa Buntoi



Menurut catatan yang Saya temukan pada Rumah Betang Buntoi, Rumah Adat Suku Dayak ini pembangunannya dimulai pada Tahun 1867 dan selesai pada Tahun 1870, Rumah Adat dibangun oleh seorang Ketua Adat yang bernama Singa Jala, Beliau dilahirkan pada Tahun 1835 dan meninggal pada Tahun 1921

Bangunan Rumah Adat ini ukurannya tidak terlalu besar, memiliki panjang sekitar 25 Meter dengan Lebar 15 Meter, Tiang, Lantai, Dinding, dan Atapnya berbahan dasar Kayu Ulin



Rumah Adat dikerjakan oleh seorang Arsitek berasal dari Suku Banjar (Banjarmasin), dibantu oleh tenaga kerja lokal, dengan biaya sekitar 1000 Ringgit (Mata uang yang berlaku pada masa itu)

Menurut pengamatan Saya, Bangunan Rumah Adat ini tidak terlalu mirip dengan Bangunan Rumah Betang aslinya, sepertinya malah lebih mirip dengan bangunan Rumah Adat Suku Banjar

Perbedaan nyata antara Rumah Betang ini dengan Model Rumah Banjar, terlihat dari konstruksi atapnya yang menggunakan Model Atap Datar Memanjang, sedangkan pada Rumah Banjar biasanya menggunakan Model Atap Bubungan Tinggi

Saya hanya menduga, Model Bangunan Rumah Betang ini ada hubungannya dengan penunjukan “Orang Banjar” sebagai Arsiteknya, (tidak ada rujukan yang bisa Saya temukan mengenai sosok dan nama dari Sang Arsitek ini)

Dugaan Saya cukup beralasan, karena beberapa rumah tua yang ada disekitar Rumah Betang Buntoi, dibangun dengan Model Rumah Banjar, seperti yang biasa kita temui pada perkampungan tua di Banjarmasin



Profile Rumah Betang Buntoi
Bangunan Rumah Betang Buntoi pada bagian depannya memiliki sebuah serambi dan sebuah tangga utama yang menghubungkan pelataran serambi dengan halaman diluar rumah

Pada pelataran yang digunakan sebagai ruang duduk ini tersedia seperangkat kursi tamu, dan pada bagian belakang ruang tamu ini terdapat sebuah pintu besar berdaun ganda, sebagai pintu masuk utama



Bagian bawah pada Rumah Betang memiliki kolong rumah yang tinggi yang ditopang beberapa pilar dari Kayu Ulin Glondongan

Untuk naik kerumah betang, tersedia dua buah tangga dari balok kayu ulin yang telah dipahat sebagai undakan untuk naik, satu tangga berukuran besar merupakan tangga utama yang digunakan untuk naik ke serambi depan, sedangkan tangga satunya lagi berukuran lebih kecil, untuk naik kebagian dapur

Saya menangkap maksud dibuatnya dua tangga ini, jika diserambi sedang ada tamu, maka orang rumah bisa naik atau turun melalui tangga di pintu dapur, supaya tidak mengganggu tamu yang datang

Saya masuk melalui pintu utama, yang pertama Saya lihat adalah adanya semacam ruang keluarga berukuran luas (tempat dimana dulunya para penghuni bersosialisasi)

Pada bagian kiri dan kanan ruang keluarga ini terdapat beberapa kamar tidur, kemudian Saya masuk lebih kedalam melalui bagian kiri (dalam) rumah, pada ujung bagian ini terdapat ruangan dapur keluarga yang dulunya pernah dipakai bersama


Perabotan yang terdapat didalam rumah adat ini tidak banyak, hanya ada seperangkat Alat Tabuh (Gong), beberapa buah Keramik, Sebuah Meja Marmer, dan Senjata Tradisional Suku Dayak (sumpit dan Mandau) selebihnya adalah ruang kosong




Setelah mengambil beberapa foto untuk dokumentasi, kemudian Saya berpamitan pada penjaga rumah adat untuk kembali ke Pulang Pisau

Lihat juga, Replika Rumah Adat Betang di Kalimantan Tengah


Rute ke Rumah Betang
Minimnya rambu yang dibuat oleh Pemerintah Setempat yang menunjukan bahwa ditempat ini terdapat sebuah Objek Wisata Budaya merupakan kesulitan tersendiri untuk orang luar yang tidak membawa pemandu jalan

Lucunya lagi, Beberapa penduduk dijalanan yang sempat Saya tanyai Alamat dan lokasi Rumah Betang, banyak yang menjawab, tidak tahu

Berikut ini adalah rute yang pernah Saya lalui, agar pengunjung dapat menghemat waktu dan biaya, dan tidak perlu mengulangi kesulitan yang pernah Saya alami sebelumnya

Rumah Betang Buntoi dapat didatangi dengan kendaraan bermotor, jarak Desa Buntoi dari kota Banjarmasin sekitar 130 Km dan berjarak sekitar 115 Km dari kota Palangkaraya

Kota yang terdekat adalah Pulang Pisau, berjarak sekitar 30 Km dari Desa Buntoi, jarak ini dapat diperpendek jika menggunakan jalan pintas dengan menyeberangi Sungai Kahayan menggunakan kapal ferry

Untuk pengendara motor dari arah Banjarmasin, Bisa Naik ferry di dermaga yang terdapat di Desa Mintin atau bisa naik dari dermaga ferry yang ada di Jalan Tingang Menteng didepan Toko Humaira Electrik (Jalan pintas ini dapat menghemat jarak sekitar 20 Km)

Biaya ferry 5K, setelah sampai diseberang, ambil jalan yang kekiri (menuju ke arah Bahaur) masuk sekitar 8 Km, setelah sampai di Kantor Puskesmas Pembantu, pada sisi kiri jalan terdapat Jalan Bato Saman, masuk sampai kepinggir Sungai Kahayan, belok lagi kekiri sekitar 100 Meter, Anda sudah berada dihalaman Rumah Betang Buntoi  

Untuk pengendara mobil dari arah Banjarmasin, ikuti jalan Trans Kalimantan, pada ujung jalan Jembatan Gohong ada pertigaan jalan, jika kekanan menuju Palangkaraya, dan jika belok kekiri menuju Bahaur/Pangkoh, ambil jalan yang kekiri (menuju Bahaur), masuk sampai ketemu Puskesmas Pembantu, Belok kekiri ke Jalan Bato Saman

Untuk pengendara mobil dan motor dari arah Palangkaraya, setelah sampai dipertigaan Jembatan Gohong, ambil jalan lurus menuju Bahaur/Pangkoh, masuk sampai ketemu Puskesmas Pembantu, Belok kekiri masuk ke Jalan Bato Saman



Untuk mendatangi Rumah Betang Buntoi ini terkesan “ribet dan melelahkan” tetapi disitulah letak seni dan uniknya

Untuk lebih mudahnya, Sebaiknya Anda hanya cukup puas dengan melihat beberapa replika Rumah Betang yang dibuat mendekati bentuk aslinya

1.Replika Rumah betang yang terdapat di Desa Sungai Pasah, Kecamatan Kapuas Hilir (Disisi kiri jalan Trans Kalimantan, 5 Km sebelum masuk ke Kuala Kapuas dari arah Banjarmasin)

2.Replika Rumah Betang yang terdapat di alun-alun kota Kuala Kapuas

Selamat berwisata, dan berhati-hatilah dalam perjalanan


Jumat, 01 November 2013

Betang, Rumah Adat Suku Dayak



Jalan-jalan melihat Rumah Adat Masyarakat Dayak merupakan pengalaman yang unik dan seru, dan sepertinya cukup menarik jika ditulis untuk menambah wawasan budaya

Rumah Adat Suku Dayak hampir bisa ditemukan diseluruh penjuru Pulau Kalimantan, hanya bentuk bangunan dan sebutan namanya saja yang berbeda, seperti “Baloy Mayo” untuk Dayak Tidung di Tarakan, “Balai Adat” untuk Dayak Meratus di Kalimantan Selatan, dan “Lamin” untuk Dayak di Kalimantan Timur

Di Kalimantan Tengah Rumah Adat Masyarakat Dayak ini disebut dengan “Betang”

Rumah Betang di Desa Buntoi

Betang merupakan Bangunan Rumah Panggung bertiang tinggi (sekitar 2 sd 3 Meter dari permukaan tanah), sedangkan ukuran panjang dan lebarnya bervariasi, disesuaikan dengan kemampuan kelompok dan jumlah penghuninya

Umumnya Rumah Adat ini dibangun dengan ukuran besar dengan bentuk yang memanjang sebagai tempat tinggal bersama untuk beberapa Kepala Keluarga yang diketuai oleh seorang Kepala Adat

Halaman pada bagian bawah rumah dimanfaatkan untuk melakukan aktivitas sehari-hari dan untuk tempat bermain bagi anak-anak mereka, kolong rumah yang tinggi berguna untuk menghindari ancaman binatang buas dan sekaligus sebagai pertahanan dari ancaman musuh

Ciri khas yang dimiliki oleh Betang, Rumah dibangun mengikuti arah mata angin (membentang dari timur ke barat) dengan bahan konstruksi dari Kayu Ulin

Bagian hulu Betang selalu menghadap ke matahari terbit sedangkan bagian hilirnya mengarah ke matahari tenggelam, sebagai symbol siklus waktu bagi Masyarakat Dayak untuk selalu bekerja keras dalam memenuhi kebutuhan keluarga dan bertahan untuk kelangsungan hidup

Jika di Jakarta ada jargon  “Pergi Pagi Pulang Malam”  Perilaku pada kalimat tersebut sudah dilakoni oleh Masyarakat Dayak di Kalimantan sejak ratusan tahun lalu, yang berbeda hanyalah tuntutan hidup dan tantangannya saja

Dalam perjalanan waktu, Budaya Betang berkembang menjadi symbol kehidupan masyarakat Kalimantan Tengah yang ramah, rukun dan damai, serta bersedia membuka diri terhadap kehadiran para pendatang, termasuk adat dan budaya yang dibawa oleh pendatang, sepanjang budaya tersebut tidak berbenturan dengan budaya setempat

Model Rumah Betang hampir dapat ditemukan pada seluruh kota  besar di Kalimantan Tengah dalam kaitannya untuk menampilkan budaya setempat dan pariwisata daerah

Bangunan kantor milik Pemerintah dan Swasta, bangunan fasilitas umum seperti Gedung pertemuan, Stadion Olahraga, Terminal Angkutan serta Bandara pada umumnya dibangun dengan memasukkan sebagian dari arsitektur rumah betang  

Berikut ini adalah beberapa Replika Rumah Betang yang dibangun kemudian (sekarang), Bangunan dibuat mendekati bentuk aslinya, dengan bahan dasar kayu dan beton

1.Replika Rumah betang yang dibangun oleh Keluarga Talinting Toefak, yang terdapat di Desa Sungai Pasah, Kecamatan Kapuas Hilir (Disisi kiri jalan Trans Kalimantan, 5 Km sebelum masuk ke Kuala Kapuas)

Replika Rumah Betang di Sungai Pasah

 Di Lihat dari samping (Dalam Penyelesaian)



2.Replika Rumah Betang yang dibangun oleh Pemerintah Kabupaten Kuala Kapuas sebagai wadah untuk menampilkan pertunjukan budaya daerah dan kegiatan lainnya, yang terdapat di alun-alun kota Kuala Kapuas

Replika Rumah Betang di Alun-alun Kuala Kapuas

Replika dilihat dari sudut lain

3. Replika Rumah Betang yang digunakan sebagai kantor Sekretariat Majelis Adat dayak Nasional, yang terdapat di Jalan R Milono, Palangkaraya

Replika Rumah Betang, Sekretariat Majelis Adat Dayak Nasional

Replika dilihat dari belakang

Lalu, Apakah ada Rumah Betang Asli yang bisa kita lihat?   
Jawaban Saya, Ada !

Menurut informasi yang Saya ketahui, di Kalimantan Tengah ini masih bisa ditemukan beberapa Rumah Betang Tua, yang dibangun pada Tahun 1800 silam, diantaranya adalah

1.Rumah Betang Tumbang Gagu, terletak di Desa Tumbang Gagu, Kecamatan Antang Kalang, Kabupaten Kota Waringin Timur, Sampit

2.Rumah Betang Tumbang Bukoi, terletak di Desa Tumbang Bukoi, Kecamatan Mandau Talawang, di Hulu Sungai Kapuas, Kabupaten Kuala Kapuas

3.Rumah Betang Tumbang Anoi, terletak di Desa Tumbang Anoi, Kecamatan Damang Batu, di Hulu Sungai Kahayan, Kabupaten Gunung Mas

4.Rumah Betang Buntoi, yang terletak di Desa Buntoi, Kecamatan Kahayan Hilir, Kabupaten Pulang Pisau

Rumah Betang Tua di Desa Buntoi

Karena keterbatasan waktu, dan jaraknya yang lumayan jauh, Rumah Betang Nomer urut 1,2 dan 3 belum sempat Saya datangi, Tiga tempat ini (kapan-kapan) akan menjadi target kunjungan Saya berikutnya, Sedangkan tulisan untuk Rumah Betang Buntoi dapat dibaca dihalaman lain pada blog ini

Artikel lain mengenai Rumah Adat,
Rumah Adat Suku Tidung