Hari Minggu yang cerah, seperti biasanya Aku membeli Nasi kuning diwarung langgananku diseputaran Jl Pandan Sari
Murah, Meriah dan rasanya agak Enak, Acil (Tante) yang jualan juga ramah dan banyak senyum serta banyak bicara
Sementara ikut antri menunggu pelanggan lain yg lebih duluan datang, Aku berdiri disudut warung sambil memandangi orang yang lagi hilir mudik di jalanan depan warung
Nasi Kuning, dan Ikan Gabus (haruan)
Hari itu aku lagi malas bicara, badanku agak meriang karena malam sebelumnya kehujanan, Akupun masih tetap memperhatikan kesibukan lalu lintas kendaraan di jalanan
Seperti biasa, Acil mulai membuka dialog, Intinya dia mengeluh karena sulit mendapatkan Minyak Tanah (Minah) untuk konsumsi kompor miliknya
“Pada kemana ya minyak tanah, tidak biasanya susah dicari”
“Duit ada , tapi barangnya langka, sama juga bo’ong” katanya memulai pembicaraan
Pelanggan lain ada yang menyahut,
“Wah acil ini ketinggalan berita, Jatah Minah mau dikurangi pemerintah secara bertahap, karena nantinya akan diganti dengan Gas Elpiji, yang lebih hemat, dan lebih bersih”
“Tahu ae Aku” bilang Acil, sok tahu
“Tapi kenapa semingguan ini orang-orang pada ngantri BBM di SPBU, dan ujung-ujungnya merembet ke langkanya Minyak tanah” lanjut Acil agak sewot
Aku tersenyum kecil mendengar mereka berdebat kusir, dan mulai terpancing untuk ikutan ngomong
“Acil ini pasti cari alasan saja mau naikin harga Nasi Kuning” Aku Nyeletuk sambil ketawa pelan
“Bukan Mau Naikin harga” Jar Acil sambil menoleh kepadaku,
“Tapi aneh aja, Sekarang apa-apa serba mahal, serba langka, Penghidupan semakin berat, tidak seperti sebelumnya” Lanjut Acil
“Maksud Acil seperti masa Pak Harto dulu? Sahutku memancing
“Mengerti Aja Bapak ini (Padahal Aku khan bukan Ayahnya si Acil)” Sahutnya sambil terus membungkusi jualannya
“Ya.. Iyalah Cil, lebih enak dulu daripada sekarang” Aku menimpali lagi
“Acil dulu masih ikut sama orangtua, Tahunya minta duit saja, Tahunya serba harus ada, Sekarang sudah punya keluarga sendiri, harus cari duit sendiri” lanjutku
“He.. he…" si Acil ketawa kecil, rupanya jawabanku tadi mengandung kebenaran di benaknya,
“Ada bedanya juga Lho Pak" Sahutnya lagi
"Pada masa Bapak anu dan Ibu anu (dia sebutin nama mantan RI-1) tidak seperti ini keadaannya” Katanya lagi, tanpa takut Ada intel yang lagi nguping
Akupun agak hati-hati ngomongin hal yang satu ini, dan berusaha membelokin arah pembicaraan agar tidak menjadi serius
“Tapi kalau dipikir-pikir kesalahan ada pada Acil juga” Sahutku
“Salahnya dimana?” katanya membela diri
“Waktu pemilu kemaren Acil memilih siapa?”
“Pasti memilih yang sekarang berkuasa, kan”
Seraya membayar harga nasi kuning, dan buru-buru pergi dari warung tersebut tanpa menunggu uang kembalian seribu perak, Daripada melanjutkan percakapan yang tidak bermutu ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar