Sabtu, 24 Maret 2018

Islamic Museum Melbourne


Akhir-akhir ini, Tulisan Saya mengenai Museum agak tersendat, dikarenakan waktu Saya banyak tersita oleh pekerjaan rutin offline

Lagian, Sekarang Saya sudah jarang jalan-jalan keluar kota, seperti yang sering Saya lakukan pada waktu sebelumnya

Untuk mengisi kegiatan disela-sela kesibukan harian, Saya menyempatkan diri untuk membaca artikel pada blog/web lain yang menulis mengenai Museum

Dari beberapa artikel yang sempat terbaca, Saya tertarik dengan tulisan Ibu Sri Hastuti Novila Anggraini Saiful, artikel ini pengalaman pribadi ketika Beliau berkunjung Ke Islamic Museum di Melbourne


Foto, Koleksi Google Com


Waktu itu, Beliau sedang belajar di Negeri Kangguru sebagai Kandidat Master TESOL di Monash University, Saya tidak tahu kepanjangan dari TESOL, Saya hanya menuliskannya saja, dan jika Saya punya kesempatan untuk bertemu dengan Beliau, pertanyaan pertama yang akan Saya ajukan kepada Beliau adalah “Apa kepanjangan dari TESOL, Bu” dan semoga saja tidak dijawab Beliau dengan “Googling Saja Pak”  (He he ini mimpi Saya saja)

Tetapi Saya tetap optimis, Jika tuhan berkehendak, mimpi Saya ini kapan-kapan mungkin saja bisa terwujud, bukankah banyak penemuan besar, yang tadinya ber awal dari sebuah impian? (Ahh, Perumpamaannya kejauhan banget)  Gue hanya perlu ticket pp Banjarmasin-Jakarta plus akomodasi, itu saja

Hmm, Saya jadi ngelantur, Kembali ke Lap Top

Berikut ini, adalah tulisan  “Sri Hastuti Novila Anggraini Saiful”  mengenai Islamic Museum, Melbourne, Australia, tulisan ini pernah dimuat di News Detik Com pada tanggal 02 Juni 2017


Safari Ramadan dengan Mengunjungi Islamic Museum di Melbourne,  
(oleh,  Sri Hastuti Novila Anggraini Saiful)

Menjalani bulan yang penuh berkah dengan hal-hal yang biasa tentu tak akan menyisakan kesan. Apalagi ini mungkin akan menjadi Ramadan terakhir di Melbourne. Oleh karenanya, saya ingin Ramadan kali ini harus berbeda dengan sebelumnya. Harus ada target dan tujuan yang dicapai. Dan program yang saya buat kali ini adalah Safari Ramadan.

Salah satu rencana yang telah tercapai adalah mengunjungi Islamic Museum di Melbourne, Australia. Saya dan dua teman lainnya mengunjungi museum ini pada 30 Mei 2017 lalu. Museum Islam ini bertempat di Moreland, salah satu daerah yang terletak di Kota Melbourne.

Perjalanan ke sana sekitar satu jam setengah dari Clayton, salah satu kota yang ada di negara bagian Victoria, Australia. Namun jika perjalanannya dari pusat Kota Melbourne yang di kenal dengan Melbourne CBD memerlukan waktu sekitar 45 menit. Perjalanan ke museum tidaklah sulit karena kami bisa menggunakan transportasi umum baik menggunakan kereta api ataupun trem.
Dinginnya Melbourne menemani perjalanan kami. Maklum, karena cuaca Melbourne sedang mengalami peralihan dari musim gugur ke musim dingin, bahkan suhu saat perjalan kami kemarin sekitaran 12 derajat Celsius. Tapi tentu tidak menyurutkan niat kami dalam Ramadan trip kali ini.

Sesampai di sana, kami langsung menuju meja resepsionis untuk membeli tiket dan menanyakan beberapa hal tentang museum ini.
Sebagai informasi, museum ini pertama kali diresmikan dan dibuka untuk umum pada Februari, 2014. Museum ini didirikan dengan tujuan untuk mewadahi masyarakat Australia yang ingin mengetahui atau mempelajari tentang Islam.


Foto, Koleksi Detik Com


Museum ini tidak terlalu besar dibandingkan dengan museum atau art gallery yang ada di Melbourne. Tapi, yang saya suka dari museum ini adalah bagaimana penataan dan konsep dalam menjelaskan Islam itu sendiri, sehingga para mengunjung sedikit tidak mendapatkan informasi Islam dan sejarahnya.

Pilar Rukun Islam
Musem ini terdapat dua lantai. Lantai bawah atau lantai pertama adalah fokus menjelaskan apa itu Islam. Konsep ruangannya sangat menarik. Dalam ruangan ini terdapat 5 tiang yang menunjukkan 5 rukun Islam. Masing-masing pilar menjelaskan satu rukun Islam.

Konsep ini sungguh menarik untuk anak atau untuk mereka yang belum mengenal Islam. Yang lebih membuat saya terkesan adalah, di sebuah jendela kaca terdapat pohon keluarga yang menggambar sejarah 25 para Nabi dan Rasul mulai dari Nabi Adam Alaihis Salam (AS) hingga Rasulullah SAW. Pohon keluarga ini sungguh di luar bayangan saya, meskipun saya mempunyai sedikit pengetahuan tentang sejarah kenabian.

Tetapi pohon kenabian yang tergambar di jendela membuat saya lebih memahami bagaimana alur dan struktur sejarah kenabian itu. Saya membayangkan akan lebih mudah menjelaskan
kepada masyarakat atau anak-anak dalam mengenal 25 nabi dalam Islam.

Belum selesai di sana, saya tambah terkesima dengan penjabaran sejarah singkat Islam yang terpaparkan di dinding mulai dari kelahiran Nabi Muhammad SAW, masa-masa kenabian hingga ekspansi Islam itu sendiri. Dan saya pun baru mengetahui bahwa Islam masuk ke Indonesia sejak Abad ke-12 hingga 16. Terlihat sekali kurang membaca sejarah
, hihi.

Masih di lantai pertama, di sini terdapat satu ruangan kecil dengan sebuah layar monitor besar yang menjelaskan tentang proses berhaji. Di pikiran saya, ruangan ini mungkin bertujuan untuk memperkenalkan kepada mereka seperti apa ibadah haji dan bagaimana prosesnya. Satu hal lagi, di lantai ini juga sediakan musala yang ukurannya sekitaran 3 x 4 meter masing-masing untuk perempuan dan laki-laki. Jadi tak perlu khawatir kalau mau menghabiskan waktu lama-lama di sana.

Australian Muslim History
Kemudian kami berpindah menuju lantai selanjutnya di mana ruangan tersebut dibagi menjadi tiga konsep. Yang pertama penjelasan tentang sejarah Islam yang ada di Australia, kemudian menyuguhkan tentang arsitektur Islami, dan terakhir adalah peranan Islam dalam kebudayaan dan pendidikan dunia.

Masing-masing ruangan menyuguhkan penjelasan singkat terkait dengan Islam. Ketika memasuki ruangan ini, saya pun terkejut ternyata yang memperkenalkan Islam pertama kali ke Australia adalah orang Indonesia. Beliau adalah seorang nelayan yang berasal dari Makasar, Sulawesi Selayan, tanpa disengaja berlayar ke Australia untuk mencari teripang.

Dan siapa sangka kedatangan nelayan Makassar itu justru adalah awal penyebaran dakwah Islam. Beliau memperkenalkan ibadah salat dan tata cara pemakaman secara Islam kepada Suku Aborigin. Meskipun saat ini Suku Aborigin tidaklah terlalu banyak, tapi dipercaya bahwa masih ada beberapa yang menganut agama Islam.

Selanjutnya, para pengunjung juga disuguhkan dengan beragam masjid yang mempunyai sejarah tersendiri di dalam Islam.

Mereka tidak hanya menekankan pada seni dari kemegahan bangunannya, tapi mereka juga melengkapinya dengan penjelasan sejarah. Sebut saja tentang Makkah dan Madinah, kemudian juga masjid Cordoba di Spanyol.

Ketika berada di ruangan ini, kami bertemu dengan rombongan dan sepertinya mereka adalah para siswa yang sedang belajar sejarah. Terdapat pemandu yang menjelaskan tentang Makkah dan sejarah Cordoba.

Pemandunya dengan lancar menjelaskan bagaimana penaklukan Cordoba hingga sudah tidak lagi menjadi masjid untuk umat Islam. Bahkan saya sempat mendengar seseoarng menanyakan perihal haji ke Baitullah. Ah, melihat pemandangan ini membuat saya merasa malu. Mereka saja mau mengenal sejarah Islam, sementara kami justru masih terbiasa taking for granted. 




Foto diatas, Koleksi Detik Com


Islamic Architecture
Kekaguman saya belum cukup sampai di sana, saya semakin terkesima ketika memasuki ruangan yang terakhir yang menyuguhkan peranan Islam dalam peradaban dunia. Jika boleh jujur, apa yang saya baca di ruangan tersebut adalah sesuatu dan ilmu yang baru bagi saya. Ini membuktikan ternyata ilmu agama saya sungguh sangat dangkal.

Memang saya pernah membaca sepintas tentang bagaimana Islam dulu berjaya dalam mempelopori riset dan pengetahuan dunia. Islam dulu menjadi acuan utama dalam mengembangkan pendidikan, pengetahuan dan teknologi.
Dulu Baghdad dan Spanyol adalah dua negara yang mejadi pusat pendidikan. Semua warga dunia saat itu berlomba-lomba untuk menuntut ilmu ke negeri tersebut dan bahkan bahasa pengantar mereka adalah Bahasa Arab.

Ini membuktikan bahwa Islam adalah agama yang luar biasa. Sejarah sendiri bahkan mencatat bagaiman ilmuwan Islam berperan penting dalam pengembangan berbagai bidang studi laninnya mulai dari matematika, kedokteran, sains dan lainnya.

Islamic Contribution to Civilization
Mengunjungi museum ini menjadi refleksi bagi saya pribadi, bagaimana kondisi Islam saat ini. Di mana Islam justru lebih dikenal dengan anarkisnya ketimbang rahmatan lil alamin. Bagaimana media lebih menyorot terorisme dan Islamophobia dibandingkan dengan nilai-nilai Islam yang sesungguhnya.

Sampai kapanpun Islam adalah agama yang membawa rahmat dan kesejahteraan. Bagi mereka yang melihat ataupun membenci Islam, itu hanya karena ketidaktahuan mereka. Seandainya mereka tahu bagaimana Islam itu mengajarkan keindahan, kedamaian, dan keadilan, mereka tidak akan memberikan judgement seperti Itu.

Dengan adanya museum ini, ini menjadi wadah syiar Islam kepada mereka yang belum mengenal Islam. Museum ini bisa memfasilitasi mereka untuk megetahui Islam lebih dekat, dan bisa jadi mengubah mindset mereka terhadap Islam sesungguhnya. 


Tulisan diambil dari Detik Com  (Dipublikasikan,  21 Juni 2017)